
Blog Detail
Digital Health Transformation: From Hospital Information System to Cultural Shift

Teknologi Bisa Dibeli, Budaya Harus Dibentuk!
Oleh INSPIRY INDONESIA KONSULTAN — Strategic Expert in Healthcare Transformation & Lead Strategist
Sirene Bahaya di Balik Investasi Teknologi Triliunan Rupiah:
Mengapa SIMRS Anda Berisiko Jadi 'Gedung Kosong' Digital?
Bapak/Ibu Direktur Rumah Sakit, C-Suite, dan Manajer Rumah Sakit yang terhormat — kita semua tahu, masa depan layanan kesehatan ada di ujung jari kita.
Regulasi sudah tegas: Permenkes No. 24 Tahun 2022 mewajibkan setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan memiliki Rekam Medis Elektronik (RME) yang terintegrasi dengan platform nasional SATUSEHAT.
Batas waktu 31 Desember 2023 sudah lewat. Kini, sanksi mulai mengintai: dari teguran tertulis hingga penyesuaian akreditasi.
Rumah sakit di seluruh Indonesia berlomba-lomba membeli Hospital Information System (HIS), mengimplementasikan SIMRS Digital dan EHR/EMR.
Namun, di balik euforia itu tersembunyi sebuah ironi:
💡 Teknologi canggih tidak selalu menghasilkan layanan yang cerdas.
Kami di INSPIRY INDONESIA telah menyaksikan pola yang sama berulang kali:
👉 Teknologi bisa dibeli. Budaya harus dibentuk.
Faktanya, 80% kegagalan digitalisasi rumah sakit bukan disebabkan bug software — tetapi bug budaya kerja: mindset SDM yang resisten terhadap perubahan.
Sistem bisa secanggih apa pun, namun akan menjadi “gedung kosong digital” jika dokter dan perawat tetap kembali ke pencatatan manual karena sistem dianggap tidak praktis atau memberatkan.
Sudah saatnya rumah sakit beralih dari fokus pada “instalasi software” menuju “revolusi kultural.”
5 Tantangan Budaya vs. Solusi Strategis dalam Adopsi SIMRS & EHR

Transformasi digital rumah sakit bukan proyek sekali jalan — ini adalah perjalanan budaya.
Berikut lima tantangan utama yang kami temukan, lengkap dengan solusi strategis berbasis pendekatan manusia (human-centered design) yang dikembangkan oleh INSPIRY INDONESIA.
1. Resistensi ‘Veteran’ dan Kesenjangan Literasi Digital
Isu:
Tenaga kesehatan senior sering menolak perubahan karena merasa sistem baru memperlambat kerja mereka. Di sisi lain, tenaga muda merasa sistem terlalu kompleks.
Strategi CEO (Budaya SDM):
Perubahan Mindset melalui Kepemimpinan Transformatif.
Solusi:
Tunjuk Digital Champions di setiap unit, termasuk dari kalangan senior.
Pelatihan harus berkelanjutan dan disesuaikan dengan usia serta tingkat literasi digital.
Kaitkan adopsi RME bukan hanya dengan kepatuhan, tapi dengan peningkatan mutu klinis dan keselamatan pasien.
2. Ego Sektoral & Keterbatasan Interoperabilitas Internal
Isu:
Data antar-unit (PACS, farmasi, lab, billing) sering terisolasi. Akibatnya, terjadi input ganda dan kesalahan klaim.
Strategi CEO (Teknis & Organisasi):
Bangun “Satu Bahasa Data.”
Solusi:
Bentuk Komite Tata Kelola Data Cross-Functional.
Pastikan semua modul SIMRS berbicara dalam standar HL7® FHIR®.
Data harus menjadi aset bersama, bukan milik satu departemen.
3. Keterbatasan Anggaran Pelatihan
Isu:
90% anggaran biasanya untuk hardware & software, hanya 10% untuk pelatihan — padahal kegagalan terbesar terjadi di sisi manusia.
Strategi CEO (Investasi SDM):
Anggarkan Pelatihan Sebagaimana Infrastruktur.
Solusi:
Alokasikan minimal 20–30% dari total proyek untuk change management dan pelatihan berkelanjutan.
Gunakan metode role-play berbasis workflow nyata, bukan sekadar presentasi vendor.
4. Budaya Dokumentasi Kuantitas, Bukan Kualitas
Isu:
RME sering dianggap sekadar kewajiban regulasi — bukan alat untuk mendukung keputusan klinis.
Strategi CEO (Klinis & Kualitas):
Jadikan Data Sebagai Kunci Keselamatan Pasien.
Solusi:
Ubah narasi:
Bukan “Isi RME agar tidak kena sanksi,” tetapi
➡️ “Isi RME agar kesalahan resep turun 45% dan diagnosis lebih cepat.”
Visualisasikan data klinis sebagai indikator kinerja individu.
5. Ketergantungan Total pada Vendor (Vendor Lock-in)
Isu:
Tanpa tim IT internal, RS sepenuhnya bergantung pada vendor eksternal.
Strategi CEO (Kemandirian):
Bangun Core Team IT Internal yang Kuat.
Solusi:
Kembangkan tim IT rumah sakit yang mampu melakukan customization & maintenance dasar.
Gunakan pendampingan Inspiry Indonesia untuk knowledge transfer — bukan sekadar serah kunci sistem.
Dari Frustrasi ke Flow — Cerita Nyata Revolusi Kultural
RS HB, rumah sakit tipe C di Jakarta, menghabiskan miliaran untuk EHR baru.
Namun enam bulan kemudian, tingkat adopsi hanya 45%. Dokter kembali menulis resep manual, perawat mengeluh double-input.
Direksi pun mengundang INSPIRY untuk melakukan Cultural Shift Program.
Hasilnya?
1️⃣ Diagnosis Kultural: FGD dan survei anonim menemukan keluhan utama: “Sistem tidak sesuai dengan alur kerja kami.”
2️⃣ Co-Creation: Dibentuk task force lintas profesi untuk memetakan ulang patient journey dan menyesuaikan flow SIMRS dengan realitas klinis.
3️⃣ Kampanye Adopsi: Diluncurkan program Mindset Digital Tenaga Kesehatan dengan KOL internal, reward kecil, dan storytelling inspiratif.
📈 Empat bulan kemudian:
Adopsi naik menjadi 90%+
Waktu administrasi turun 40%
Kepuasan pasien meningkat signifikan
💬 The new technology was the tool; the cultural shift was the engine.
Penutup: Transformasi Digital = Transformasi Budaya
Kepada seluruh pimpinan RS: regulasi seperti KRIS, iDRG, dan KRBC bukan sekadar ancaman, tapi pendorong perubahan menuju efisiensi dan mutu layanan berkelas.
Transformasi digital bukan tentang siapa yang paling cepat menginstal software,
melainkan siapa yang paling cepat beradaptasi secara budaya.
❝ Jangan biarkan investasi SIMRS Anda menjadi monumen kegagalan karena mengabaikan unsur manusia. ❞
💭 Pertanyaan Kritis untuk Direksi RS:
“Apakah investasi digital kita hanya fokus pada teknologi,
atau sudah mencakup strategi Manajemen Perubahan SDM yang berkelanjutan?”
Mari Berdiskusi
INSPIRY INDONESIA siap menjadi partner strategis Anda —
mengubah resistensi menjadi antusiasme, dan software menjadi layanan prima.
📧 Email: international@inspiry.asia
📱 WhatsApp: +62 877 6777 1778
🌐 Website: www.inspiryconsultant.com/id/inspiry-advisory
🔗 LinkedIn | Instagram | Facebook: INSPIRY INDONESIA
👤 Follow CEO di LinkedIn: Klik di sini
